Monday, 13 May 2013

KONFLIK


Menurut kamus besar bahasa Indonesia konflik adalah percekcokkan, perselisihan, pertentangan. Konflik berasal dari kata kerja bahasa latin yaitu configure yang berarti saling memukul. Secara Sosiologis konflik diartikan sebagai proses social antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.
Jika dilihat definisi secara sosiologis, konflik senantiasa ada dalam kehidupan masyarakat sehingga konflik tidak dapat dihilangkan tetapi hanya dapat diminimalkan.

Beberapa Faktor Penyebab Konflik
Perbedaan individu yang didasari oleh perbedaan pendirian dan perbedaan perasaan. Setiap manusia memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda, sehingga dalam menilai sesuatu tentu memiliki penilaian yang berbeda-beda. Misalnya masyarakat menilai kebijakan pemerintah mengenai menaikkan harga BBM karena harga bahan mentah naik. Tentu setiap masyarakat akan menilai dengan pemikirannya masing-masing yang mungkin secara umum terbagi menjadi kelompok yang pro dan kontra.
 Perbedaan kebudayaan sehingga membentuk pribadi yang berbeda
Orang dari kebudayaan berbeda, misalnya orang jawa dengan orang papua yang memiliki budaya berbeda, jelas akan membedakan pola pikir dan kepribadian yang berbeda pula. Jika hal ini tak ada suatu hal yang dapat mempersatukan, akan berakibat timbulnya konflik.
Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok
Manusia merupakan mahkluk yang unik karena satu dengan yang lain relative berbeda. Berbeda pendirian, pemikiran, perilaku, kebiasaan, dsb. Dari perbedaan itu tentu timbul perbedaan kepentingan yang latar belakangnya juga berbeda. Misalnya mengenai masalah pemanfaatan hutan. Para pecinta alam menganggap hutan sebagai bagian dari lingkungan hidup manusia dan habitat dari flora dan fauna. Sedangkan bagi para petani hutan dapat menghambat tumbuhnya  jumlah areal persawahan atau perkebunan. Bagi para pengusaha kayu tentu ini menjadi komoditas yang menguntungkan. Dari kasus ini ada pihak – pihak yang memiliki kepentingan yang saling bertentangan, sehingga dapat berakibat timbulnya konflik.
Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat
Perubahan merupakan suatu hal yang wajar didalam kehidupan bermasyarakat. Tetapi perubahan yang sangat cepat akan memicu timbulnya konflik. Misalnya masyarakat pedesaan yang secara umum matapencariannya bertani yang hidupnya bergotong-royong dengan jadwal waktu yang relative tidak mengikat, kemudian tumbuh suatu industry dengan waktu yang relative cepat dengan kebiasaan cenderung individualis, disiplin kerja dan waktu kerja ditentukan, yang secara umum mengubah nilai-nilai masyarakat desa tadi, tentu  akan menimbulkan konflik berupa penolakan diadakannya industry di wilayah itu.

Akibat-akibat dari konflik.
Konflik dapat baik dan tidak baik. Konflik berakibat tidak baik seperti :
1.   Menghambat komunikasi, karena pihak-pihak yang berkonflik cenderung tidak berkomunikasi.
2.  Menghambat keeratan hubungan.
3.  Karena komunikasi relative tidak ada, maka akan mengancam hubungan pihak-pihak yang berkonflik.
4.  Mengganggu kerja sama.
5.  Hubungan yang tidak terjalin baik, bagaimana mungkin terjadi kerjasama yang baik.
6.  Mengganggu proses produksi,bahkan menurunkan produksi.
7.  Kerja sama yang kurang baik, maka produktifitas pun rendah.
8.  Menimbulkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
9.  Karena produktifitas rendah, timbullah ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
10. Yang kemudian berakibat pada individu mengalami tekanan, mengganggu konsentrasi, menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik diri, frustasi dan apatisme.
Konflik berakibat baik seperti:
1.   Membuat suatu organisasi hidup, bila pihak-pihak yang berkonflik memiliki kesepakatan untuk mencari jalan keluarnya.
2.  Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan merupakan salah satu akibat dari konflik, yang tujuannya tentu meminimalkan konflik yang akan terjadi dikemudian hari.
3.  Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan perbaikan dalam system serta prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan organisasi.
4.  Memunculkan keputusan-keputusan yang inovatif.
5.  Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat.
Penyelesaian Konflik
Jika konflik sudah tidak manageable, tidak konstruktif, melainkan sudah cenderung destruktif, sulit ditangani, dan tidak mengarah pada terciptanya kreativitas serta produktifitas maka berikut ini adalah prinsip “7F” dalam menangani konflik. Ketujuh prinsip ini mengacu pada nilai-nilai universal yang bisa diterima semua tipikal orang. Prinsip “7F” tersebut adalah:
1.  Face
Hadapi (face it) dan tangani setiap konflik yang muncul.
Sebagian orang memilih bersikap menghindari konflik atau membiarkan begitu saja setiap konflik yang terjadi. Alasannya, konflik tersebut mereka anggap akan selesai dengan sendirinya. Konflik kecil yang tidak dihadapi dan ditangani dengan benar, berpotensi mendatangkan masalah besar bagi sebuah organisasi.
2.  Freeze
Setiap konflik biasanya selalu menimbulkan suasana tegang dan panas.
Agar dapat ditangani dengan baik maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah mendinginkan suasana (freeze). Caranya antara lain dengan memfokuskan dan menempatkan setiap persoalan pada tempatnya, meluruskan motivasi dari pihak-pihak yang terlibat konflik, serta memberi pengertian bahwa semua perbedaan bisa dibicarakan.
3.  Flight
Sebelum lebih jauh menangani suatu konflik, dalam kasus tertentu ada kalanya lebih baik memisahkan (to flightof) pihak-pihak yang konflik, agar permasalahan konflik tidak terus berkembang.
4.  Fact
Kumpulkan fakta (fact finding) yang memadai.
Salah satu persyaratan untuk menangani konflik secara adil (fair), diperlukan dukungan fakta, data, bukti, dan saksi yang memadai. Tanpa kelengkapan fakta yang memadai maka sulit mengambil kesimpulan atau keputusan yang adil.
5.  Fair
Banyak konflik yang terjadi, umumnya dipicu oleh sikap yang tidak adil.
Salah satu pihak atau pihak tertentu merasa dirugikan, dicurangi, ditipu, ditindas, dilecehkan, difitnah, dan seterusnya. Jika kita menyadari bahwa akar pesoalan konflik sering kali disebabkan oleh sikap tidak adil, maka cara efektif menangani konflik adalah memberdayakan sikap adil (fair). Sikap adil biasanya didasari oleh pola pikir yang obyektif, netral, dan mendengarkan argumentasi dari kedua belah pihak ataupun melibatkan opini pihak ketiga. Dari situ kemudian menempatkan persoalan secara seimbang serata proporsional untuk dasar mengambil kesimpulan maupun keputusan.
6.  Friendly
Pendekatannya jangan menyerang (refresif), tetapi bersahabat (persuasif). Motivasinya bukan membenci orangnya tetapi perbuatannya. Sikap adil masih belum cukup kuat untuk mengambil keputusan dalam menyelesaikan konflik. Karena itu di pengadilan masih ada kesempatan naik banding, dan kasasi untuk meminta grasi (kemurahan hati). Tingkatan dalam putusan pengadilan ini menunjukkan bahwa faktor keadilan masih memerlukan beberapa jenjang lagi untuk mengambil vonis akhir.
Grasi (kemurahan hati) adalah wujud hukum persahabatan atau friendly. Friendly ini merupakan konsep yang berdasar pada sikap “membenci perbuatannya tetapi tidak terhadap orangnya”. Sikap keliru selama ini membenci perbuatannya dan orangnya. Konsep Lembaga Pemasyarakatan (LP) sebenarnya membenci perbuatan, tetapi tidak membenci orangnya. Karena itu narapidana dibina dalam LP, jadi hukuman yang diberikan dalam rangka mendidik, bukan menghancurkan dan mempermalukan. Inilah pengertian dari friendly.
7.    Firm
Firm adalah ketegasan atau keyakinan kuat bahwa keadilan (fair) dan persahabatan (friendly) adalah solusi terbaik untuk semua pihak. Mungkin menyakitkan tapi menyembuhkan. Hal itu lebih baik dari pada menyenangkan tetapi mematikan. Ketegasan dalam menyelesaikan konflik memang dibutuhkan apalagi bila berkaitan dengan masalah pelanggaran berat yang dilakukan oleh si karyawan. Ketegasan sangat diperlukan, dalam arti bahwa pihak perusahaan mau tidak mau harus tega melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap si karyawan yang melakukan pelanggaran berat tersebut. Pertimbangannya bila perusahaan tidak bersikap tegas hal tersebut justru akan menimbulkan dampak negatif bagi karyawan yang lain. Karyawan yang lain dapat menjadi tidak percaya terhadap manajemen dan melihat peluang untuk berbuat kesalahan yang sama dengan karyawan yang bersangkutan.
Sejatinya konflik memang suatu hal yang mau tidak mau akan terus ada dalam kehidupan manusia.Baik dalam hubungan keluarga, pertemanan, percintaan, bahkan pekerjaan. Maka dari itu, tidak seharusnya kita berusaha menghindar dari konflik yg jelas sekali tidak akan pernah bisa di hindari.Yang benar adalah bagaimana cara meminimalisir resiko negatif dari suatu konflik dan bagaimana penyelesaian terbaik dalam menghadapi konflik terutama di tempat kerja yg pasti rentan dengan itu semua.

No comments:

Post a Comment